Cinta Atau Egois ???

Aku sekarang tidak akan menulis yang serius dan indah-indah tentang cinta, lha wong aku sendiri tidak tahu apa itu definisi cinta. Jujur saja aku tidak begitu senang membahas masalah cinta dan aku juga tidak begitu peduli dengan definisi cinta karena yang penting adalah prakteknya yang berupa perwujudan dan peng-implementasian rasa cinta tersebut secara nyata. Selain itu sepertinya sudah banyak rekan-rekan blogger yang menulis tentang cinta, jadi sekarang aku hanya akan menulis apa yang melintas di kepalaku setelah aku mendengar sebuah lagu.

Sebenarnya aku lebih senang mendengarkan lagu-lagu yang “bermerk” PARENTAL ADVISORY seperti Limp Bizkit dkk. Tetapi berhubung kemarin kepala rasanya penat tidak karuan maka sambil menyelesaikan pekerjaan rutinku secara iseng aku mendengarkan lagu yang baru diberi temanku. Lagu yang kudengarkan kemarin adalah lagu berjudul “Tanpa Kekasihku” yang dinyanyikan Agnes Monica …. (sebenarnya bukan aku banget gitu lho kalau mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan penyanyi wanita). Aku dengarkan lagu itu karena kuharap dengan mendengar lagu yang relatif “lembut” rasa penat di kepalaku bisa sedikit berkurang…lagian tidak ada salahnya sekali-kali mendengarkan lagu yang dinyanyikan penyanyi wanita.

Intinya, lagu itu bercerita tentang seorang cewek (Agnes) yang ditinggal mati kekasihnya…uppsss kasar banget ya? Maksudku ditinggal meninggal dunia alias wafat oleh kekasihnya. Tentu saja lagu itu menunjukkan betapa besar rasa cinta si gadis tersebut kepada sang kekasihnya yang malang tersebut . Tetapi menurutku (ini menurutku lhoooo) ada sepenggal kalimat pada lirik lagu tersebut yang menodai besarnya cinta yang sedang berusaha diekspresikan si gadis tersebut. Penggal kalimat tersebut adalah…

Dimanakah letak surga itu, biar kugantikan tempatmu denganku…


Penggal kalimat tersebut menurutku tidak menunjukkan rasa cinta si gadis tersebut kepada kekasihnya, tetapi justru sebaliknya kalimat itu malahan menunjukkan keegoisan si gadis tersebut. Bagaimana tidak egois, lha si gadis tersebut mau menggantikan sang kekasih karena tempat itu adalah surga (yang menurut semua agama tentunya merupakan tempat yang sangat indah)…

“Enak saja kamu™…sudah asyik-asyik aku ada di surga eh malahan kamu™ mau merebut tempatku di sini…”, mungkin itu yang ada di pikiran sang kekasih di surga :D

*Ngawur stadium akhir*

Pertanyaannya…seandainya sang kekasih ditempatkan di neraka apakah si gadis tersebut masih mau dan rela menggantikan tempatnya? Apakah dia akan menangis sambil berteriak…

Dimanakah letak neraka itu, biar kugantikan tempatmu denganku…

Masihkah si gadis rela menggantikan penderitaan yang dirasakan sang kekasih di neraka?

Masih banyak contoh keegoisan lain yang ada dalam hubungan cinta, sudah sering dengar istilah “sehidup-semati” kan?

“Sehidup-semati” juga sebenarnya menunjukkan keegoisan dalam hubungan percintaan karena dengan sumpah “sehidup-semati” itu berarti pihak yang memang seharusnya mati lebih dulu secara tidak langsung telah memaksa pasangannya untuk ikut mati bersamanya…. (Maaf tidak membicarakan masalah takdir-maut ya :D )

Mungkinkah ada hubungan percintaan tanpa keegoisan?.


cari pacar cari jodoh kristen cari teman cari cewek
cari suami cari pasangan cari istri ramalan.
Love, is where two hearts meet and knit together through happiness and sadness. Love can make many hearts skip with excitement yet love can also cause many broken hearts. It takes little effort for one to become a romantic partner. The many creative and interesting ways to add romance in relationship can be readily found in books, magazines, and the internet.

It takes great effort for those in pursuit of a deeper love relationship that could survive many unprepared and unexpected storms. Many will readily say “yes” when asked whether they are romantic lovers. However, few will admit that they are consummate lovers that does not seek the returns of love but are willing to devote their lives in giving true happiness to the person they love.

Whether you are in love, falling out of love or have never been in love, it is never too early or too late to learn the greatest language of love. Learning to love is a growing process. It always starts off with the special feelings that could not get your mind off from thinking about the special person. If such feelings are experienced by the two persons who are about to fall in love, it leads to an eclectic stage where both eyes and hearts are strongly magnetized towards each other. Great deal of time is now spent together as the sparks of love turn into burning flames; where romance is at its peak.

However, this journey of love which initially took off to Caribbean beach; surrounded by sunset and paradise, soon landed on the pathway of reality. The flames of love have gradually smothered as the demands and expectations of life set in.

For some, the flames have smothered into shimmering sparks similar to that found in the fire flies. These sparks are soon carried by the fire flies to ignite another flame with someone else. This is when love causes heartaches and trust, betrayed. Yet for many, the flames have smothered into dust, leaving the relationship dry and dull.

This is when the very core of love is tested. The survivability of the relationship is no longer depended on whether roses are given or romantic candle light dinner is prepared. It is about whether the relationship can survive the storm with determination and commitment to help each face the storm; as well as unconditional and sacrificial love to give hope and faith in surviving the storm together.

In facing such relentless storm that could break or build the relationship, what is the greatest language of love? Most conservatists will opt for the most classic language that is widely spoken, from youthful passions to mature companionships, a language that has touched and warmed many hearts: “I Love You”!

As simple and classic as it may sound, some took great bravery to confess it; some said it casually to create momentary romance that soon fades away; while many have said it again and again, to the point of death that life has ended well because of the power of love.

This indeed is the greatest language of love. Not spoken with selfish and manipulative intentions but with the deepest desire to cherish the moments spent with your loved one, to be a pillar of strength though various seasons of life, and to hold on tightly to each other even at the point of diminishing hope, because after the storm is gone, sunrise and sunset will soon appear.

The storm is here but a moment. The sunset and sunrise last a life time for as long as both hearts keep guarding the flames and never put it off……“till death do us part”.